Lamarera Desa Pemburu Paus di Pulau Lembata

Lamarera, di pantai Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah ratusan tahun terkenal sebagai desa para peledang, yaitu nelayan tradisional yang menangkap paus. Hanya sedikit saja desa di Indonesia yang punya tradisi menangkap paus. Yang diketahui adalah Lamalera di Slor dan Kampung Lewotobi di Flores, NTT serta Kepualuan Kei di Maluku. Catatan tentang peledang di Lamalera pertama kali dibuat oleh seorang pelancong Perancis pada tahun 1863, diikuti oleh Engbers dan Max Webber pada awal 1900an.

Paus datang mencari makan di lautan kepulauan Sunda kecil dan Aru, yang merupakan sebagian lautan paling kaya di dunia. Selat pada kedua ujung pulau Flores adalah alur utama migrasi para paus ketika mereka melewati kawasan antara Laut China dan Samudera Hindia. Pada masa migrasi tradisional inilah para pria Lamalera pergi kelaut untuk berburu kotaklema (paus spermwhale). Mereka juga berburu seguni (killerwhale) dan temu bela (lumba – lumba) serta ikan ikan besar lainnya.

Para peledang membawa sampa (perahu tradisional) mereka ke laut pada musim kering. Sampa adalah perahu dari kayu dengan layar yang terbuat dari anyaman tikar serta daun – daunan. Menggunakan besi adalah tabu dan masih dianggap seperti itu sampai sekarang. Para peledang hanya membawa seruit sederhana dan berburu paus raksasa dengan cara sama seperti nenek moyang mereka dahulu kala.

Pemburu paus desa Lamalera Ketika melihat seekor paus, peledang melompat dari perahu ke punggung paus dan menusukkan seruit pada lapisan lemak hewan tersebut. Awak perahu kemudian bermain dengan paus itu sampai ia mati. Kadang kadang perahu bisa terbalik, setelah ditabrak oleh seekor paus. Seorang peledang bisa meninggal atau terluka jika hal itu terjadi. Dalam hal ini peledang lain hanya boleh melaut lagi setelah mengadakan upacara tertentu untuk mengusir kondisi buruk tersebut.

Paus yang berhasil ditangkap dibagi sesuai dengan status tradisional. Kepalanya adalah hak tuan tanah, sementara pemilik perahu dan awak kapal mendapat bagian daging yang cukup besar. Pembagian setara juga berlaku untuk ikan ikan yang ditangkap. Tidak ada satu bagian pun dari paus yang disia siakan. Daging dan usus dikeringkan di bawah  matahari sementara lapisan lemak diperas dan digunakan untuk menyalakan lampu minyak.

Berburu paus adalah tulang punggung kehidupan ekonomi di Lamalera. Tanah di desa ini tidak layak untuk bercocok tanam, walaupun penduduk mencoba menanam jagung, kedelai, dan sayuran pada musim tanam. Untuk menambah masukan dari hasil ladang, peduduk melakukan barter daging ikan yang dikeringkan, termasuk daging paus, dengan desa desa tetangga.

Walaupun kehidupan mereka sulit, masyarakat lokal Lamalera tetap teguh memegang tradisi berburu paus mereka dengan peralatan tradisional agar tidak mengganggu keseimbangan alam. Begitulah kehidupan di Lemalera, desa pemburu paus.

Untuk anda para traveler yang ingin mencapai Desa Lamakera, Anda akan membutuhkan  sedikit perjuangan. Anda harus terbang dulu menuju Larantuka, kota di ujung timur Pulau Flores yang merupakan ibu kota Kabupaten Flores Timur. Dari Larantuka, Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Lamakera dengan naik perahu (kapal motor) selama sekitar dua jam. Satu-satunya kapal motor yang menuju Lamakera adalah Kapal Motor (KM) Rahmat Solor yang dimiliki oleh Warga Lamakera. Setiap hari kapal ini berangkat dari Pelabuhan Larantuka jam 12.00 siang dan tiba di Desa Lamakera sekitar jam 14.00.

Labels: ,